Minggu, 25 November 2012

Gunung Api Purba Nglanggeran

Gunung Gedhe. -Photo by Budi Adi

Gunung Gedhe. -Photo by Budi Adi
Bagi temen-temen yang belum pernah ke Gunung Api Purba Nglanggeran, kali ini saya mau pamer kesempatan jalan-jalan saya ke Gunung Api Purba Nglanggeran bulan Februari lalu...

Udah agak basi ya? He he he... Maklum, baru sempat ngisi ini blog.

Gunung Api Purba Nglanggeran atau biasanya disebut Gunung Nglanggeran aja, terletak di Desa Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia... Cukup lengkap ya alamatnya, biar nggak nyasar ke Mars... :p

Gunung Nglanggeran ini merupakan gunung api purba yang pernah aktif puluhan juta tahun lalu (kayaknya pas jaman dinosaurus gitu deeeh...). Saat ini Gunung Nglanggeran berupa deretan gunung batu guedhe dengan pemandangan cantik serta bentuk dan namanya yang unik. Oleh masyarakat lokal, gunung-gunung itu dinamakan sesuai dengan bentuknya, seperti Gunung Lima Jari, Gunung Kelir, dan Gunung Wayang.

Nggak lama, hanya sekitar 1 sampai 1 setengah jam pendakian, kita akan tiba di puncak barat Gunung Nglanggeran, namanya Gunung Gedhe. Sesuai namanya Gunung Gedhe adalah gunung terbesar di antara gunung-gunung lain. Gunung ini merupakan puncak tertinggi dari Gunung Nglanggeran. Para pendaki sering menggunakan tempat ini untuk tempat istirahat dan berkemah. Pemandangannya cantiiik banget! Sejauh mata memandang yang terlihat hanya hamparan awan di ketinggian, jajaran gunung batu yang gagah, perkampungan warga, serta sawah dan ladang yang hijau.

Pingin ke sana? Nggak jauh kok...

Gunung Nglanggeran hanya 25 km aja dari Jogja. Sekitar 40-50 menit pakai sepeda motor juga udah sampai. Rutenya juga gampang. Kita lewat jalan raya Jogja-Wonosari ke arah Wonosari (lewat Bukit Bintang/Bukit Patuk). Nah, Gunung Nglanggeran hanya sekitar 7 km saja dari Bukit Bintang. Dari Bukit Bintang naik aja terus sampai ketemu Polsek Patuk (Polsek di kanan jalan). Kita belok kiri arah ke Stasiun Relay Indosiar di Desa Ngoro-oro. Ikuti aja jalan mulus itu sampai Puskesmas Patuk II atau biasa disebut Puskesmas Tawang. Nanti belok kanan udah sampai Desa Nglanggeran.

Naaahhh... Deket kaaannn... Ayo pada main ke sana!

Sabtu, 24 November 2012

Beautiful Dangerous Merapi

Pertengahan Oktober lalu, saya bersama Pak Peter dari Jerman dan Daniel dari Prancis, jalan-jalan ke Gunung Merapi.

Ini kali kedua saya menengok Merapi dari zona merah sejak erupsi terakhir dan terparahnya di tahun 2010 lalu. Sedangkan bagi Pak Peter dan Daniel, kesempatan ini benar-benar membuat mereka passionate karena ini adalah jalan-jalan pertama kali mereka ke the one of most active volcano in the world, Merapi!

Kami menginap semalam di Vogels Hostel, Kaliurang. Hostel ini unik banget, lho. Masih mempertahankan rumah kunonya yang berasa era kolonial, paket trekking ke Merapi dan harga yang bersahabat menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan asing maupun domestik.

Pagi-pagi kami harus bangun pukul 4 -masih ngantuk banget. Kami harus mendengarkan penjelasan bapak pemandu tentang rute trekking ke Merapi sambil sarapan pagi. Bapak pemandu, Pak Christian Awuy, menjelaskan kepada kami tentang rintangan-rintangan di medan trekking sekaligus spot-spot dengan pemandangan yang keren. Sudah nggak sabar, nih! Eitsss... Sarapan dulu biar nggak pingsan! Pak Christian sudah menyiapkan roti tawar, pisang, dan teh hangat untuk sarapan kami. Thanks, Pak Christ.

Pukul 5 pagi kami mulai jalan ke Merapi dipandu anaknya Pak Christian (namanya lupa, tapi yang jelas ganteng). :D Mas pemandu kita ini sudah profesional lhooo... Sudah hafal rute, menguasai medan, dan punya jam terbang tinggi! Bayangin aja, Vogels Hostel punya paket daily trekking, so kalau tamunya pas banyak dan pada pingin trekking, sudah bisa dipastikan anaknya Pak Christ bakal naik turun Merapi setiap hari... "Nggak bosen, Mas?"
"Nggak", katanya. Seperti orang Jawa pada umumnya, Merapi yang dianggap sebagai sacred peek, selalu terasa spektakuler setiap hari. Nggak peduli mau dilihat berapa kali, tetep truly one of the worlds most beautiful mountains.

Soal keamanan jangan diragukan. Pemandu profesional akan selalu terhubung dengan tim pemantau aktivitas Gunung Merapi yang akan memberi tahu kita boleh tidaknya kita melanjutkan perjalanan atau bahaya tidaknya situasi di sekitar gunung. So, masnya ini ke mana-mana bawa HT dan terus mengkomunikasikan sampai di mana perjalanan kita dan bagaimana cuaca atau situasi di sekitar kita.


Berapa lama perjalanan pulang pergi trekking ke Merapi? Lima jam! He he he... Ini termasuk cepet lho... Dengan 5 jam, kita bisa trekking dengan kecepatan sedang dan punya waktu cukup untuk istirahat sambil melihat spot-spot luar biasa dari Merapi.
Kata anaknya Pak Christ, ada juga yang sampai lebih dari 5 jam.
"Ngapain aja tuh, Mas?"
"Biasa, Mbak... Dikit-dikit foto, dikit-dikit foto..."
Hag hag hag...

Apa aja yang menarik dari trekking saya ke Merapi bersama Pak Peter dan Daniel? Banyak!

Sunrise yang wow! -Photo by Monica.
Yang jelas, seperti kata Pak Christ dan anaknya, Merapi selalu punya pemandangan spektakuler setiap hari! Ada spot bagus untuk kita lihat sunrise, lhooo... Asal nggak molor berangkatnya, kita bisa lihat sunrise yang keren di tengah perjalanan trekking kita!


Yang lebih serius, sepanjang perjalanan trekking adalah wahana eco tour yang kaya! Anaknya Pak Christ banyak mengenalkan tanaman obat yang tumbuh di sekitar lereng Merapi (sayangnya kebanyakan tanaman hanya disebutkan dengan nama lokalnya, bukan nama latinnya, jadi Pak Peter dan Daniel pada nggak mudheng). Ada tanaman obat yang banyak dikonsumsi masyarakat untuk membersihkan paru-paru. Biasanya banyak dipetik oleh para pecandu rokok. Tanaman lain yang banyak dijumpai misalnya serai (lemongrass), strawberry hutan, dan tanaman jamu-jamuan yang kaya manfaat.


Fosil kayu yang saya temukan. -Photo by Monica.
Bagi para pemerhati batuan, trekking ke Merapi bikin kita banyak ketemu fosil-fosil, terutama yang terjadi akibat aktivitas vulkanis. Salah satunya seperti yang saya temukan, fosil kayu yang membatu (menempel ke batu) akibat dinamika Gunung Merapi.

Apalagi yaaa... Hmmm... Bagi yang sakit-sakitan, he he he... atau yang tertarik sama pengobatan alternatif atau extracting energy (busyet serem banget namanya ya), Pak Christ punya spot bagus buat kita. Ada semacam sungai kering yang batuannya tercipta dari sedimentasi (iya kali ya) lava yang mendingin dan mengeras gitu. Pak Christ percaya, material Merapi punya kandungan mineral dan energi bumi yang bagus. Jadi, kalau sudah sampai di sungai itu kita disarankan untuk lepas sepatu dan nempelin kaki telanjang kita ke batuan-batuan itu. Boleh sambil meditasi atau tiduran. Sinar matahari pagi yang masih sehat dipadukan dengan earth energy dari batuan Merapi katanya bagus buat tubuh kita. Patut dicoba! Asal jangan telanjang terus guling-guling di situ yaaa...
  
Bagi yang minat sama vulkanologi (saya nggak mudheng tentang ini), Merapi merupakan tempat yang oke untuk eksplorasi. Bagaimanapun gunung berapi muda seperti Merapi yang punya aktivitas sepanjang tahun selalu menarik untuk dijadikan obyek belajar. Ya, nggak?

Akhirnya, kurang lebih 5 jam perjalanan, kita berhasil balik lagi ke hostel. Semua dilalui sesuai waktu yang sudah diperkirakan sebelumnya, karena di sepanjang jalan kita nggak banyak foto-foto (Pak Peter nggak hobi sama sesi foto, si Daniel malah lebih parah lagi karena nggak punya kamera -baru kali ini saya temenan sama bule yang nggak punya kamera). Hag hag hag...

Sampai di hostel kita sarapan lagi! Ada nasi goreng, pancake pisang, teh hangat, dan buah potong yang sudah disediakan. Sambil sarapan saya, Pak Peter dan Daniel ngobrol-ngobrol aja -melepas lelah sekaligus berbagi pengalaman perjalanan masing-masing.

Bagi Pak Peter yang workaholic dan stress dengan pekerjaan perbankan di negara sesibuk Singapore, menurut dia kesempatan jalan-jalan ke Merapi kali ini bener-bener luar biasa untuk menghilangkan kepenatan kerjanya. Bagi Daniel, hmmm... Temen saya yang satu ini selow banget lhooo... Hidupnya cuma habis buat jalan-jalan (6 bulan kerja di Prancis, 6 bulan keluar dari Prancis buat dolan-dolan); bagi Daniel jalan-jalan ke Merapi ya cuma sekedar buat nambah list pengalaman dolannya saja. Ha ha ha...
Mungkin sekalian nambah pengalaman dia bertemu dengan berbagai jenis orang, contohnya ketemu Pak Peter yang serius total gini orangnya. (Ketika diceritain tentang kebiasaan dolannya Daniel yang gila-gilaan, dengan cool Pak Peter menjawab, "I can't live like that. I love my job." Ha ha ha... -sedikit menohok ya, Dan?)

Dolan-dolan saya ke Merapi kali ini memang luar biasa. Thanks buat Pak Peter dan Daniel, teman seperjalanan saya yang menyenangkan (yang satu ekstrim serius, yang satu ekstrim nyelelek). Terutama thanks buat Vogels Hostel, Pak Christian Awuy dan anaknya yang sudah menyediakan perjalanan luar biasa ini!

Thanks juga bagi yang sudah baca cerita perjalanan saya ke Merapi.

-Cerita ini saya dedikasikan untuk Mbak Prima, Mas Edwin, dan Noni yang selalu kangen ke Kaliurang


Rute trekking kita. -Photo by Monica.

Daniel, Pak Peter dan saya. -Photo by Monica.

Pemandangan spektakuler setiap hari! -Photo by Monica.

Pak Peter dan Daniel ngobrol dengan mas pemandu, anaknya Pak Christ. -Photo by Monica

Spot yang oke untuk tiduran sekaligus mengekstraksi energi bumi. -Photo by Monica.

Rabu, 07 November 2012

Photos of Thousand Reefs City

Buah Sirih (Piper Bettle) yang banyak dijual di pasar tradisional Timor.
Gula Semut aren. Bentuknya yang unik menjadikan gula tradisional
Timor ini cocok dijadikan oleh-oleh.
Se'i. Daging asap khas Timor ini begitu lezat disajikan
dengan nasi putih, sambal, dan sayur daun atau bunga
pepaya. Tersedia se'i babi dan se'i sapi.
Buah sirih dijual bersama buah pinang dan buah pinang kering.

Bocah penjual cabai di Pasar Inpres Naikoten. "Kakak berburu
berita kah?"

Senyum manis Timor tertangkap frame jepretanku.

Serunya sabung ayam di salah satu lorong Pasar Inpres Naikoten.

Di pinggir pasar yang panas, seorang bocah lelaki menggandeng
seorang pria tua yang buta.